Pages

Rabu, 19 Mei 2010

Ummu Darda’ Ash-Shughra

Seorang anak perempuan yatim diasuh oleh Abud Darda’ ‘Uwaimir Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Hujaimah bintu Huyai Al-Washshabiyah rahimahallah namanya, berasal dari Washshab, salah satu kabilah di Himyar.
Selama dalam asuhan Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Hujaimah kecil biasa diajak oleh Abud Darda’ menghadiri shalat berjamaah di tengah shaf laki-laki dengan mengenakan burnus, sejenis pakaian yang mempunyai penutup kepala, dan duduk bersamanya di halaqah-halaqah para pembaca Al-Qur’an untuk mempelajari Al-Qur’an. Ketika mulai beranjak besar, Abud Darda’ menyuruh Hujaimah untuk bergabung dengan shaf para wanita.



Tumbuh dalam asuhan seorang sahabat yang mulia, dengan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Hujaimah menjadi seorang wanita yang berilmu. Kemudian Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu meminang Hujaimah kepada keluarganya kemudian menikahinya. Berkunyahlah Hujaimah dengan nama Ummud Darda’ Ash-Shughra.1
Dalam perjalanannya menempuh rumah tangga bersama Ummud Darda’ Ash-Shughra rahimahallah, Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu pernah berpesan, “Bila kau marah, aku membuatmu ridha kembali. Karena itu, bila aku marah buatlah aku ridha. Kalau tidak demikian, betapa cepatnya kita akan berpisah.”
Ummud Darda’ semakin banyak mengambil ilmu dari suaminya. Selain dari Abud Darda’, Ummud Darda’ Ash-Shughra juga mengambil riwayat dari Fadhalah bin ‘Ubaid Al-Anshari, Salman Al-Farisi, Ka’b bin ‘Ashim Al-Asy’ari, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, serta para sahabat yang lain g.
Menjelang Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu wafat, Ummud Darda’ pernah mengatakan kepadanya, “Dulu kau pinang diriku pada keluargaku di dunia, lalu mereka menikahkanku denganmu. Sekarang kupinang engkau kepada dirimu untuk nanti di akhirat.”
“Kalau begitu, jangan engkau menikah lagi sepeninggalku,” ujar Abud Darda’.
Ummud Darda’ benar-benar memenuhi permintaan Abud Darda’. Setelah meninggalnya Abud Darda’, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu datang menyampaikan pinangan. Saat itu Ummud Darda’ masih muda dan dikenal kecantikannya. Ummud Darda’ menolak. “Tidak,” katanya, “Aku tidak akan menikah lagi dengan seorang pun di dunia sampai aku menikah dengan Abud Darda’ di dalam surga, insya Allah.”
“Kalau demikian, hendaknya engkau memperbanyak puasa,” kata Mu’awiyah.
Ummud Darda’ rahimahallah dikenal dengan ilmu, amal, dan zuhudnya. Sekian banyak orang yang mengambil ilmu dan riwayat darinya. Banyak pujian yang menunjukkan kemuliaannya sebagai seorang faqih. Banyak pula nasihat yang dia tinggalkan.
‘Abdur Rabbih bin Sulaiman bin ‘Umair bin Zaitun mengatakan, “Ummud Darda’ pernah menuliskan untukku di lembaran catatanku tentang hikmah yang diajarkannya kepadaku, ‘Pelajarilah hikmah semasa mudamu, niscaya nanti akan kau amalkan di masa tuamu, karena setiap orang yang menanam pasti kelak akan menuai hasilnya, baik berupa kebaikan ataupun kejelekan’.”
‘Utsman bin Hayyan, maula Ummud Darda’ mengisahkan: Aku pernah mendengar Ummud Darda’ mengatakan, “Bagaimana kiranya keadaan salah seorang di antara kalian yang mengatakan: ‘Ya Allah, berilah aku rezeki’, sementara dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan hujan dinar ataupun dirham dari langit. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan rezeki sebagian dari sebagian yang lain. Karena itu, barangsiapa yang diberi, hendaknya menerima pemberian itu. Barangsiapa berkecukupan, hendaknya memberi saudaranya yang memiliki kebutuhan. Dan jika dia fakir, hendaknya meminta tolong kepadanya untuk memenuhi kebutuhannya, dan janganlah dia menolak rezeki yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya’.”
Ummud Darda’ rahimahallah pernah pula memberikan nasihat, “Sungguh berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah perkara yang paling besar. Kalau engkau shalat, maka itu termasuk zikrullah. Kalau engkau puasa, maka itu juga termasuk zikrullah. Segala kebaikan yang kaulakukan, itu pun termasuk zikrullah. Setiap kejelekan yang kaujauhi, maka itu termasuk zikrullah. Dan yang paling utama adalah bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
‘Utsman bin Hayyan menceritakan pula, “Kami pernah makan bersama Ummud Darda’, lalu kami lupa memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ummud Darda’ pun mengatakan, ‘Nak, jangan kalian lupa membumbui makanan kalian dengan zikrullah. Makan disertai memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala itu lebih baik daripada makan sambil diam saja (tidak memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, pen.)’.”
Ummud Darda’ rahimahallah sempat menunaikan ibadah haji pada tahun 81 H. Ummud Darda’ Ash-Shughra rahimahallah, sebuah permisalan kehidupan seorang wanita yang sarat dengan kebaikan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya....

Sumber bacaan:
Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi (4/277-279)
Tahdzibul Kamal, Al-Imam Al-Mizzi (35/352-358)

1 Ummud Darda’ Ash-Shughra seorang tabi’iyah. Sebelum menikah dengan Ummud Darda’ Ash-Shughra, Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu pernah menikah dengan Khairah bintu Abi Hadrad yang berkunyah Ummud Darda’ pula. Ummud Darda’ Al-Kubra ini seorang shahabiyah. Dia bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialah yang memiliki kisah yang termuat dalam Shahih Al-Bukhari no.1968. Dalam hadits itu dikisahkan bahwa Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu yang dipersaudarakan dengan Abud Darda’ oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ummud Darda’ berpakaian lusuh dan usang. Ummud Darda’ pun mengatakan bahwa Abud Darda’ tidak membutuhkan dunia. Maka Salman pun mengajarkan pada Abud Darda’ untuk menunaikan hak setiap yang memiliki hak, dan hal ini dibenarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar