Pages

Jumat, 09 April 2010

Akhir kehidupan yang jelek




Dari Sahl bin Sa`ad as Saa`idiy radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

إن العبد ليعمل- فيما يرى الناس- عمل أهل الجنة، وإنه لمن أهل النار، ويعمل فيما يرى الناس عمل أهل النار وهو من أهل الحنة، وإنما الأعمال بخواتيمها

Artinya : “Sesungguhnya seorang hamba betul-betul mengamalkan amalan ahli surga sebagaimana dilihat oleh manusia, padahal dia salah seorang dari penghuni neraka, dan seorang hamba mengerjakan amalan penghuni neraka sebagaimana yang disaksikan oleh manusia, padahal dia salah seorang penghuni sorga, sesungguhnya amalan tersebut dinilai dikala penutupnya”.[1]


Berkata Ibnu Bathol mengenai hadist diatas:

“Tersembunyinya penutup amalan dari seorang hamba merupakan hikmah yang tepat sekali. Hal ini merupakan pengaturan yang lembut. Sebab kalau seandainya seorang hamba mengetahui dia selamat dalam keadaan menakjubkan, ini akan menjadikan ia malas. Dan kalau seandainya dia mengetahui bahwa ia akan binasa, maka akan bertambah kedurhakaannya. Maka dihijab darinya yang demikian itu (penutup amalannya) supaya dia berada diantara takut dan harap (harap-harap cemas)”.[2]

Oleh karena itu, orang-orang shalih sangat khawatir akan akhir dari kehidupan yang jelek. Diantara mereka berkata : kekhawatiran orang-orang shalih dari akhir kehidupan yang jelek senantiasa di setiap saat dan gerakan. Dan berkata Abu Darda` : “Tidak seorangpun merasa aman atas tidak dicabutnya keimanannya ketika kematian, kecuali akan dicabut dari dirinya[3]. Tatkala kematian mendatangi Imam Sufyan ats Tsauriy rahimahullahu Ta`ala mulailah beliau menangis, maka berkata salah seorang yang hadir kepada beliau : “Wahai Abu `Abdillah apakah dikarenakan banyaknya dosa tangisan ini?” Maka beliau menjawab : “Tidak, akan tetapi saya khawatir akan dicabutnya keimanan ini sebelum kematian.[4]”

Maka dikarenakan inilah takutnya kaum salaf dari dosa-dosa yang akan menjadi hijab (penghalang) diantara mereka dengan akhir kehidupan yang baik.

Berkata al imam Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta`ala : “Ini merupakan fiqh yang sangat besar, dimana takutnya seseorang akan ditipu oleh dosa-dosanya ketika menjelang kematian, yang akan menjadi penghalang diantara dia dengan husnul khatimah”.[5]

Berkata al Haafizh `Abdul Haq al Asybeeliy : “Bagi su’ul khatimah, semoga Allah Tabaaraka wa Ta`ala melindungi kita darinya, mempunyai sebab-sebab. Su’ul khatimah itu ada jalan-jalan dan pintu-pintu, dan penyebabnya yang paling terbesar ialah jungkir balik dengan dunia, mencari dunia dan tamak dengannya. Kemudian berpaling dari akhirat lalu menghadap dan berani melakukan maksiat kepada Allah. Satu sisi dalam bentuk berpaling, dan satu bagian dari bentuk keberanian dan menghadap kepada maksiyat, lalu dia menguasai hatinya dan menahan akalnya, kemungkinan saja kematian mendatanginya ketika dia dalam keadaan demikian. Su’ul khatimah tidak akan terjadi bagi orang-orang yang zhahirnya istiqomah dan bathinnya shalih dan hal ini tidak pernah didengar dan diketahui, segala puji bagi Allah Jalla wa `Alaa. Hanya saja, su’ul khaatimah itu terjadi bagi orang-orang yang rusak dalam akidah, atau larut dalam dosa-dosa besar, dan selalu mengerjakan maksiat yang besar. Sehingga mungkin saja perbuatan dosa itu mengalahkan dia, sampai datang kepadanya kematian sementara dia belum taubat darinya.”[6]

Kadang-kadang nampak ketika seseorang dalam keadaan sakaratul maut apa-apa yang menunjukan su’ul khatimah pada dirinya. Seperti susah baginya untuk mengucapkan syahadatain, bahkan dia menolak kalimat tersebut. Dan ada juga yang selalu berbicara tentang kejelekan dan yang haram-haram, dan menampakan ketergantungan dia dengan maksiat tersebut dan sejenisnya dari bentuk ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang menunjukan berpalingnya dia dari din (agama) Allah Tabaaraka wa Ta`ala dan ia pesimis sampai turunnya qadha (keputusan) Allah Subhaana wa Ta`ala.[7]

Berkata al Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta`ala : “Dan apabila kamu memperhatikan keadaan kebanyakan orang-orang yang sedang sekarat, maka kamu akan mendapatkan diantara mereka dihalangi dengan husnul khatimah, sebagai adzab bagi mereka atas amalan-amalan mereka yang jelek”.[8]

Berkata Ibnu Rajab : “Sesungguhnya su’ul khatimah adalah merupakan sesuatu yang tersembunyi bagi seorang hamba, yang tidak akan bisa dilihat oleh manusia. Kadang-kadang dari sisi bentuk amalan yang jelek dan semisalnya. Maka sifat yang tersembunyi tersebut yang akan menyebabkan terjadinya su’ul khatimah ketika kematian, dan demikian juga kadang-kadang seorang lelaki mengamalkan amalan ahli naar (penduduk neraka), namun dibatinnya terdapat sifat tersembunyi dari sifat-sifat kebajikan, lalu dominan atasnya sifat yang baik itu sampai akhir hayatnya, maka diwajibkan atasnya husnul khatimah”.[9]

Sesungguhnya sebagian ahli ilmu telah menyebutkan beberapa sebab dari su’ul khatimah :

Pertama : Berangan-angan dalam bertaubat, dan terus-menerus larut dalam maksiat, serta bermudah-mudah dalam mengerjakan hal-hal yang wajib, dan sebagian mereka menyembunyikan bahwa dia akan taubat.

Akan tetapi kapan??? Berkata seorang pemuda : “Saya akan taubat ketika saya nikah”, kemudian berkata penuntut ilmu : “Saya akan taubat setelah dari menuntut ilmu”, berkata si miskin: “Saya akan taubat kalau saya sudah jadi pegawai”, berkata si kecil : “Saya akan taubat ketika sudah besar”. Dan beginilah setiap orang menetapkan janji tentang taubatnya, lalu dikatakan kepada mereka seluruhnya : “Siapa yang akan menjamin sampainya kalian kepada angan-angan tersebut? Apakah kalian tidak takut pada ajal yang mendahului kalian sebelum sampai pada angan-angan tersebut? Kemudian kalaupun kalian sampai kepadanya, apakah kalian bisa menjamin bahwa kalian akan diberi taufiq untuk taubat, sementara kalian telah menghabiskan umur kalian dalam kesesatan dan kerusakan, dan larut dalam syahwat yang diharamkan, yang mana keseluruhan itu kebanyakan sebagai penyebab untuk terputar baliknya dan rusaknya hati”. Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. (QS. Al Anfaal : 24 )

As Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini : “Allah Ta`ala memerintahkan hamba-hambaNya mukminin kepada apa yang diharuskan oleh keimanan dari mereka, yaitu ketundukan kepada Allah dan RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam. Maksudnya ketundukan terhadap apa yang diperintahkan dan bersegera untuk menunaikannya serta berdakwah kepadanya, lalu menjauhi apa yang dilarang darinya, berhenti dan menahan diri darinya. Sesuai dengan firman Allah Subhaanahu wa Ta`ala :

(إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ )

Yang artinya : “apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.”

Maksudnya di sini adalah sifat yang melazimkan bagi setiap apapun yang diserukan oleh Allah Ta`ala dan RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam kepadanya dan penjelasan tentang faidah dan hikmahnya. Sesungguhnya hidupnya hati dan ruh ini dengan beribadah kepada Allah Ta`ala dan selalu mentaati-Nya serta mentaati Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam terus-menerus. Kemudian diwanti-wanti dari tidak tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah berfirman:

(وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ )

Yang artinya : “Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.”

Hati-hati kalian dari menolak perintah Allah awal pertama kali datang kepada kalian, maka dihalangi diantara kalian dengannya ketika kalian ingin melaksanakannya, dan bercerai berai hati–hati kalian. Sesungguhnya Allah Subhaanahu wa Ta`ala akan membatasi diantara seseorang dengan hatinya. Dia yang akan membolak-balikkan hati sesuai dengan kehendak-Nya, dan memalingkannya kemana yang Dia ingin palingkan. Maka hendaklah seorang hamba memperbanyak ucapan : Wahai Dzat yang membolak-balikan hati-hati ini ! Tetapkan hati saya ini diatas Din Engkau. Wahai

Dzat yang memalingkan hati-hati ini! Palingkan hati saya ini untuk mentaati Engkau. [10]

( وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ )

Yang artinya : “dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”

Maksudnya kalian akan dikumpulkan pada hari yang tidak diragukan lagi adanya, maka dibalas seseorang yang berbuat baik dengan kebajikan dan yang melakukan kejelekan juga dibalas dengan kejelekannya. [11]

Dan Allah Subhaanahu wa Ta`ala berfirman :

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat“. (QS. Al An`aam : 110).

Kemudian Allah Tabaaraka wa Ta`ala menjelaskan sebab-sebab berpalingnya hati ini, maka Allah Jalla wa `Alaa berfirman :

( كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ )

artinya : “Seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya”, yang maksudnya disebabkan menolak kebenaran pada awal kebenaran itu datang kepada mereka, kemudian Allah berfirman:

( وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ )

artinya : “Dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat”,

As Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy rahimahullahu Ta`ala menafsirkan ayat ini sebagai berikut : “Kami akan mengadzab mereka apabila mereka tidak beriman ketika awal datangnya seorang penyeru kepada mereka dan ditegakkanlah atas mereka hujjah dengan bentuk diputar-balikkannya hati mereka dan penghalang diantara mereka dengan keimanan, serta tidak diberi taufiq untuk melalui jalan yang lurus. Dan ini merupakan bentuk keadilan dan hikmah Allah Subhaanahu wa Ta`ala terhadap hamba hambanya. Sesungguhnya mereka sendiri yang mengusahakan atas diri-diri mereka sendiri, dibukakan untuk mereka pintu namun mereka tidak mau masuk kedalamnya, lalu dijelaskan kepada mereka jalan, lantas mereka juga tidak mau untuk mengikutinya. Maka setelah demikian bila telah diharamkan atas mereka taufiq, itulah yang cocok dengan keadaan mereka.[12]

Sungguh Allah telah mencela satu kaum yang memiliki angan-angan yang panjang sampai melalaikan mereka dari beramal untuk akhirat mereka, maka datanglah kepada mereka ajal secara tiba-tiba sementara mereka dalam keadaan lalai. Allah `Azza wa Jalla berfirman:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

Yang artinya : “Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)” (QS. Al-Hijr : 2-3)

Al Imam As Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy menafsirkan ayat ini :

“Dan ini merupakan diantara apa-apa yang diwajibkan atas makhluk ini agar tunduk kepada-Nya dan menyerahkan diri pada hokum-Nya dan hendaknya mereka menerima dengan senang hati dan gembira. Adapun seseorang yang membalas nikmat yang agung ini dengan bentuk menolaknya dan mengingkarinya, sesungguhnya dia tergolong kepada orang-orang yang berdusta lagi sesat, yang akan datang kepada mereka waktu dimana mereka berangan-angan bahwa mereka muslimin. Mereka tunduk terhadap hukum Allah Jalla wa `Alaa, demikian itu takkala sudah dibukakan penutup dan nampak sudah awal-awal kehidupan akhirat dan pendahuluan dari kematian. Sesungguhnya mereka ketika berada dalam situasi kehidupan akhirat mereka keseluruhannya berangan-angan bahwa mereka muslimin, sungguh telah berlalu waktu demikian, akan tetapi mereka ketika di dunia termasuk orang-orang yang tertipu.”

Kemudian Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا

Maksudnya : biarkanlah mereka makan dan bersenang senang dengan kelezatan mereka,

وَيُلْهِهِمُ الأَمَلُ

Maksudnya : Dan mereka dilalaikan oleh angan-angan, artinya : berangan-angan mereka untuk kekal di dunia lantas mereka lalai dari akhirat. Maka mereka akan mengetahui, bahwa apa-apa yang mereka ada padanya merupakan kebathilan, dan amalan-amalan mereka pupus habis dengan keadaan mereka manusia yang merugi. Jangan sekali-kali mereka tertipu dengan bentuk melalaikan perintah Allah `Azza wa Jalla, maka sesungguhnya ini merupakan sunnatullah pada setiap ummat.[13]

Berkata `Ali bin Abi Tholib radhiallahu `anhu : “Sesungguhnya yang saya takutkan atas kalian dua saja, yakni panjang angan-angan dan pengekoran terhadap hawa. Adapun panjang angan-angan akan melupakan akhirat, dan adapun pengekoran terhadap hawa akan menghalangi seseorang dari kebenaran”.

Kedua : Mencintai maksiat

Sesungguhnya seorang manusia apabila dia terus-menerus dalam maksiat dan tidak bersegera untuk bertaubat dari padanya, maka hatinya akan mengikatkan dia dengan maksiat tersebut sampai maksiat itu menguasai pemikirannya menjelang akhir-akhir dari kehidupannya, lalu dia meninggal di atas maksiat dan dibangkitkan di atasnya.

Dari Jabir bin `Abdillah radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Salla bersabda :

“يبعث كل عبد على ما مات عليه”.

Yang artinya : “Setiap hamba akan dibangkitkan di atas apa dia mati padanya”.[14]

Berkata Ibnu Katsir : “Dosa-dosa dan maksiat serta syahwat akan menghancurkan pelakunya disaat menjelang kematiannya, dibarengi dengan penyesatan syaitan terhadapnya, maka terkumpullah atasnya tipu daya syaitan dan lemahnya iman, lalu terjatuhlah dia dalam su’ul khatimah”.[15]

Berkata `Abdul `Aziiz bin Abi Rawwaad rahimahullahu Ta`ala : “Saya pernah menghadiri seseorang menjelang kematiannya, kemudian ditalqin kepadanya kalimat Laa Ilaaha Illallahu, maka diakhir perkataannya dia berkata bahwa dia mengingkari dengan apa-apa yang kamu katakan, lalu dia meninggalkan atas demikian. Berkata ibnu Abi Rawwad : maka saya menanyakan tentang dia, dan ternyata dia adalah pecandu khomar. Kemudian `Abdul `Aziz berkata : “Takutlah kalian akan dosa-dosa, sesungguhnya dosa tersebutlah yang menghancurkan dia” Dan ada lagi seseorang yang sedang sakaratul maut, lalu dikatakan padanya : “Ucapkanlah kalimat Laa Ilaaha Illallah !” Maka mulailah dia melantunkan lagu-lagu sampai dicabut ruhnya. : “Aaah…aaah saya tidak sanggup untuk mengucapkannya” Kisah tentang kejadian seperti ini sangat banyak”.[16]

Berkata al Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu Ta`ala : “Apabila kamu mengetahui arti dari su’ul khatimah maka hati-hatilah kamu dari sebab-sebabnya, dan persiapkanlah apa yang bisa memperbaikinya, jauhilah sifat menunda-nunda dengan selalu mempersiapkan diri. Sesungguhnya umur ini pendek dan setiap jiwa dari jiwa-jiwa engkau tergantung dengan akhir dari kehidupan kamu. Karena mungkin saja dicabut padanya ruh engkau, sedangkan manusia akan mati atas apa yang dia hidup atasnya, dan akan dibangkitkan atas apa yang dia mati atasnya”.[17]

Maka diwajibkan atas seorang hamba hendaklah dia selalu melazimkan dirinya untuk taat dan taqwa, lalu menjauhkan dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Kemudian bersegera untuk bertaubat dari perbuatan maksiat. Selanjutnya hendaklah dia senantiasa dalam do`anya kepada Allah supaya ditutup kehidupannya dengan akhir yang baik. Dan hendaklah dia berbaik sangka terhadap Rabbnya `Azza wa Jalla. Dari `Abdullah bin `Amrin radhiallahu `anhu bahwa dia mendengar Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

“إن قلوب بني آدم كلها بين أصبعين من أصابع الرحمن عز وجل كقلب واحد يصرفه حيث شاء”

Yang artinya : “Sesungguhnya hati-hati anak cucu Adam keseluruhannya berada diantara jari-jemari ar Rahman seperti satu hati. Dia akan palingkan sekira-kira kemana Dia inginkan”.[18] Kemudian Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

“اللهم مصرف القلوب صرف قلوبنا على طاعتك”.

“Ya Allah yang memutar balikan hati-hati ini, palingkan hati kami ini untuk menaati Engkau”.[19]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar